KANKER PAYUDARA 2

18.05 Posted In 0 Comments »
I. DEFINISI
I.1 KANKER
Kanker atau karsinoma (bahasa Yunani carsinos = kepiting) adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan jika terjadi benjolan atau pembengkakan disebut tumor atau neoplasma (bahasa Latin neo = baru, plasma = bentukan). Sel-sel kanker ini menginfiltrasi jaringan disekitarnya dan memusnahkannya. Sel-sel ini dapat menyebar melalui hematogen ke organ-organ yang umumnya berbentuk nodus atau tumor dan menimbulkan destruksi jaringan atau gangguan fungsi organ yang bersangkutan.
Pada dasarnya kanker merupakan penyakit sel yang ditandai oleh pergeseran mekanisme kontrol yang menentukan proliferasi dan diferensiasi sel. Sel yang mengalami transformasi neoplastik biasanya menunjukkan antigen permukaan sel dari jenis fetal normal. Transformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan atau supresor gen (anti onkogen).
Ciri-ciri sel kanker yang berbeda dengan sel normal ialah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan berlebih umumnya berbentuk tumor.
2. Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan sehingga mirip jaringan mudigah.
3. Bersifat invasif, mampu tumbuh dijaringan sekitarnya.
4. Bersifat metatastik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan pertumbuhan baru.
5. Memiliki hereditas bawaan (acquired heredity) yaitu turunan sel kanker juga dapat menimbulkan kanker.
6. Pergeseran metabolisme ke arah pembentukan makro molekul dari nukleosida dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel.
Karsinogenesis merupakan proses terjadinya kanker yang dimulai dari satu sel kanker yang memperbanyak diri membentuk suatu koloni kecil dalam jaringan. Pada karsinogenesis terdapat 4 (empat) tahap, yaitu meliputi tahap inisiasi, tahap promosi, tahap progresif dan tahap metastasis.
Tahap inisiasi merupakan tahap pertama karsinogenesis yang bersifat irreversible, dimana gen pada sel normal bertransformasi menjadi malignan. DNA dirusak oleh zat-zat inisiator seperti radiasi dan radikal bebas dapat mengganggu proses reparasi normal, sehingga terjadi mutasi DNA dengan kelainan pada kromosomnya. Kerusakan DNA ini diturunkan pada anak-anak sel dan seterusnya. Tahap inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa hari.
Promotor adalah zat non mutagen tetapi dapat menaikkan reaksi karsinogen dan tidak menimbulkan amplifikasi gen. Zat karsinogen tambahan (co-carcinogen) diperlukan sebagai promotor untuk mencetuskan proliferasi sel. Dengan demikian sel-sel rusak menjadi ganas. Tahap promosi berlangsung lama bisa lebih dari sepuluh tahun. Suatu proses panjang yang disebabkan oleh kerusakan dalam materi genetik di dalam sel. Melalui mekanisme epigenetik akan terjadi ekspansi sel-sel rusak membentuk premalignansi dari populasi multiseluler tumor yang melakukan proliferasi.
Pada progresif ini gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas. Terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada progresi ini timbul perubahan benigna menjadi pra-malignan dan malignan.
Fase metastasis meliputi beberapa tahap pemisahan, termasuk pemisahan sel kanker dari sel induk, masuk dalam sirkulasi sistemik atau kelenjar limfe, sehingga dapat menginvasi jaringan baru. Kemampuan invasi sel kanker ini dihubungkan dengan banyaknya produksi protease pada sel kanker ini. Protease akan mempengaruhi interaksi sel dan memfasilitasi pergerakan sel kanker melalui matriks ekstraseluler. Tahap metastasis ini, merupakan tahap paling kritis yang menyebabkan gejala klinis dan bahkan kematian

I.2 KANKER PAYUDARA
Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Kanker payudara terjadi saat sel-sel payudara mulai tumbuh tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan sekitarnya atau menyebar ke tubuh.
Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita, tetapi dapat terjadi pula pada pria.
II. PREVALENSI

Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang.
Kanker payudara merupakan kasus kanker yang dapat memakan jiwa terbesar kedua setelah kanker paru-paru pada wanita Amerika. Diperkirakan dalam 211.240 kasus kanker payudara baru dan sebanyak 40.410 wanita akan mati karenanya pada tahun 2005. Wanita kulit putih diperkirakan terbesar sebanyak 82 % kasus dan 80 % kematian.
Jumlah penyebaran kanker payudara telah meningkat sampai melintas ras dan kelompok etnis. Jumlah rata-rata penyebaran berdasarkan usia tiap tahunnya mulai tahun 1997 sampai 2001 adalah 141,7 kasus dari 100.000 wanita kulit putih, 119,9 wanita kulit hitam, 96,8 wanita Asia-Amerika/ penduduk Pasifik, 89,6 wanita latin dan 54,2 wanita Amerika-Indian/penduduk Alaska. Alasan mengapa jumlah wanita kulit putih lebih besar dari kelompok etnis lainnya adalah faktor keturunan, reproduksi, dan pola hidup. Jumlah penyebaran kanker payu dara wanita meningkat sejak 1980 sampai 2001, walaupun jumlah peningkatannya berkurang pada tahun 1990an. Jumlah kemudian meningkat pada wanita kulit putih(0,4% per tahun, 1987-2001), tetapi telah stabil bagi wanita kulit hitam sejak tahun 1992. Pada ras dan kelompok etnis lainnya, jumlah peneyebarannya meningkat sejak 1992 sampai 2001 di Asia-Amerika dan penduduk Pasifk (1,7% per tahun) dan Latin (0,7% per tahun), tetapi menurun bagi wanita Indian/ penduduk Alaska (3,7% per tahun).
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi, yaitu 20% dari kasus kanker yang ditemukan. Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang. Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 180.000 wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua penyakit kanker yang menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit, 40.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya. The American Cancer Society memperkirakan 211.240 wanita di Amerika Serikat akan didiagnosis menderita kanker payudara invasive (stadium I-IV) tahun 2005 dan 40.140 orang akan meninggal karena penyakit ini. Sebanyak 3 persen kasus kematian wanita di Amerika disebabkan oleh kanker payudara.
Di Kanada tahun 2005 penderita kanker payudara diperkirakan mencapai 21.600 wanita dan 5.300 orang akan meninggal dunia, demikian sebuah laporan di Canadian Cancer Society. Sementara itu, Australian Institute of Health and Welfare melaporkan, satu dari sebelas wanita di Australia menderita kanker payudara sebelum usia 75 tahun. Pada tahun 2001 di Australia 11.791 wanita menderita kanker payudara dan 2.594 orang meninggal dunia karena penyakit tersebut.
Di Georgia penderita kanker payudara diperkirakan mencapai 5.200 wanita dan 1.100 orang meninggal dunia karena penyakit tersebut.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%.
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di Indonesia. Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut. Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8.
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut.
Beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain:
1. Penderita tidak tahu/kurang mengerti tentang kanker payudara.
2. Kurang memperhatikan payudara.
3. Rasa takut akan operasi.
4. Percaya dukun/paranormal/terapi tradisional.
5. Faktor sosial/ekonomi.
6. Rasa malu untuk memberitahukan atau memperlihatkan payudara (TABU).
Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85% s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70-90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi. Penemuan sedini mungkin kanker payudara yang didiagnosa dan diobati secara betul dan optimal pada stadium I akan menambah harapan hidup dan kesembuhan: 10 tahun untuk stadium I 70-80%, untuk stadium II 43%, stadium III < 11,2 % dan 0% untuk stadium IV.
Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih, keterampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur produktif.
Sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan kanker, termasuk kanker payudara, biasanya adalah 5 year survival (ketahanan hidup 5 tahun).
Vadya dan Shukla menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis dan ketahanan hidup penderita kanker payudara adalah besar tumor, status kelenjar getah bening regional, skin oedema ‘pembengkakan kulit’, status menopause, perkembangan sel tumor, residual tumor burden (tumor sisa), jenis patologinya, dan metastase, terapi, serta reseptor estrogen.
Selain itu, ditambahkan pula dengan umur dan besar payudara. Azis FM dkk. menyatakan bahwa ketahanan hidup penderita kanker dipengaruhi oleh pengobatan, ukuran tumor, jenis histologi, ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemia, dan penyulit seperti hipertensi.





















III. FISIOLOGI NORMAL

Payudara merupakan organ yang kompleks yang terdiri dari kulit, jaringan subkutan, jaringan lemak, dan percabangan pembuluh serta stuktur glandular.

Keterangan :
A : Ducts (Pembuluh, pipa, saluran)
B : Lobules
C : Dilated section of duct to hold milk (daerah pelebaran untuk mengeluarkan air susu)
D : Nipple (putting susu)
E : Fat (lemak)
F : Pectoralis major muscle (otot pektoralis utama)
G : Chest wall/rib cage (dinding dada)
Pembesaran:
A: Normal duct cells (sel pembuluh normal)
B: Basement membrane (membran dasar)
C: Lumen (center of duct) (pusat dari pembuluh)


IV. PATOFISIOLOGI
IV.1 Anatomi Payudara dan Perkembangan Tumor
Jaringan payudara pada manusia terdiri dari connective tissue dan lemak. Pada payudara juga terdapat sistem pembuluh yang digunakan selama proses menyusui. Jaringan payudara mempunyai sumber darah yang melimpah dan jaringan limfatik yang luas. Penyaluran limfatik dari jaringan mammary mengalir ke dalam axillary, interpectoral, dan internal mammary limph nodes. Hal ini penting karena kanker payudara pada umumnya menyebar melalui sistem limfatik dan penyebaran penyakit biasanya seringkali ditemukan pada daerah nodus limfa pada saat pelaksanaan diagnosis.
Jaringan payudara wanita dan kelenjar mulai tumbuh pada masa pubertas, yang disebabkan oleh pengaruh dan interaksi dari hormon-hormon reproduksi. Akan tetapi, jumlah pertumbuhan payudara yang terjadi pada saat pubertas terbatas dan kebanyakan terjadi selama kehamilan pertama. Jumlah estrogen dan progesteron diproduksi dalam jumlah yang banyak oleh ovarium selama kehamilan yang menstimulasi pertumbuhan dan differensiasi akhir dari jaringan payudara yang belum matang secara cepat. Keterlambatan dalam differensiasi akhir dari jaringan payudara sampai pada usia tua, kemungkinan menjelaskan kenapa seorang wanita yang mengalami kehamilan pertama kali setelah usia 35 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kanker payudara, karena sel yang belum matang lebih mudah terpengaruh oleh peredaran efek estrogen dan estrogen dikenal dapat menginisiasi pertumbuhan tumor.

IV.2 Patogenesis dan Kanker Payudara
Pertumbuhan kanker payudara terjadi ketika sel payudara kehilangan kontrol diferensisi dan proliferasi normal. Proliferasi dari sel yang abnormal ini atau sel tumor dipengaruhi oleh berbagai jenis hormone, oncogenes, dan faktor-faktor pertumbuhan. Terdapat bukti kuat untuk menyatakan bahwa estrogen secara langsung dan tidak langsung menstimulasi pertumbuhan sel tumor. Selanjutnya, banyak sekali faktor-faktor pertumbuhan yang juga memegang peranan penting pada pertumbuhan tumor yang disekresi oleh sel kanker payudara itu sendiri.
Kanker payudara merupakan penyakit dari ephitelium glandular.
Terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
I. Modifikasi DNA dari pembuluh sel epithelial payudara yang disebabkan perubahan genetik, faktor lingkungan, atau interaksi keduanya. Proses inisiasi perubahan dalam DNA dapat terjadi pada usia awal wanita, sebelum diferensiasi dari jaringan payudara terjadi secara lengkap.
II. Perubahan meliputi perubahan kromosom, mutasi gen, dan penekanan apoptosis. Sebagai tambahan, faktor pertumbuhan meningkatkan kecepatan pertumbuhan dari pre-malignant menjadi malignant yang genetiknya tidak stabil. Salah satu faktor pertumbuhan ini adalah estrogen dan mungkin juga progesterone.
III. Modifikasi progresif dari oncogenes spesifik atau kehilangan gen suppressor spesifik yang memulai penyakit pada tahap metastatic advanced.

Pada sistem TNM dinilai tiga faktor utama yaitu "T" yaitu Tumor size atau ukuran tumor , "N" yaitu Node atau kelenjar getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T,N,M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA) .

Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut :
 T (Tumor size), ukuran tumor :
• T 0 : tidak ditemukan tumor primer
• T 1 : ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
• T 2 : ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
• T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
• T 4 : ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada keduanya , dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama

Ukuran diameter tumor, dapat dianalogikan sebagai berikut :




 N (Node), Kelenjar Getah Bening regional (kgb) :
• N 0 : tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak / aksilla
• N 1 : ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
• N 2 : ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan
• N 3 : ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum
 M (Metastasis), penyebaran jauh :
• M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
• M 0 : tidak terdapat metastasis jauh
• M 1 : terdapat metastasis jauh












Setelah masing-masing faktor T,N,M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut :
Stadium
0 T0 N0 M0
I T1 N0 M0
IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC Tiap T N3 M0
IV Tiap T Tiap N M1

Penjelasan :
 Stadium 0 : adanya carcinoma in situ atau penyakit tidak menyerang membran dasar
 Stadium I : adanya tumor primer kecil tanpa meliputi kelenjar getah bening
 Stadium II : adanya tumor primer kecil meliputi kelenjar getah bening
 Stadium I dan II seringkali merupakan early breast cancer. Pada tahap ini, penyakit dapat diobati/disembuhkan
 Stadium III : locally advanced disease, biasanya ditandai dengan adanya tumor berukuran besar dengan perluasan kelenjar getah bening atau tumor sudah pasti berada pada dinding dada.
 Stadium IV : adanya penyebaran kepada organ yang jauh dari tumor primer dan merupakan advanced atau metastatic disease.

TABLE Estimated Stage at Presentation and 5-Year
Percentage of Total Cases 5-Year DFSa (%)
Stage I 40
Stage II 40
Stage III 15
Stage IV 5 70–90
50–70
20–30
0–10b
Disease-Free Survival (DFS): Breast Cancer







a With current conventional local and systemic therapy.
bPatients in stage IV are rarely free of disease; however, 10% to 20% of these
patients may survive with minimal disease for 5 to 10 years.

















V. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
V.1 ETIOLOGI
Tidak diketahui secara pasti etiologi dari kanker payudara. Adapun yang diketahui adalah beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara, yaitu faktor genetik, faktor endokrin, dan faktor lingkungan.
Ada dua faktor resiko utama kanker payudara, yaitu usia dan jenis kelamin. Akan tetapi walaupun kanker payudara dikaitkan selalu dengan perempuan, terdapat 1690 kasus kanker payudara terjadi pada lelaki. Terjadinya kanker payudara bisa dimungkinkan karena menigkatnya umur. Berikut tabel kemungkinan terjadinya kasus berdasarkan umur.

Interval umur Probabilitas terjadinya kanker payudara (%)
30-40 0.40 (1 dalam 250)
40-50 1,45 (1 dalam 69)
50-60 2,78 (1 dalam 36)
60-70 3,81 (1 dalam 26)
Dari lahir sampai mati 13,51 (1 dalam 7)

Faktor-faktor lain yang merupakan faktor resiko terjadinya kanker payudara :
A. Faktor Endokrin
B. Faktor Genetik
C. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup

A. Faktor Endokrin
Faktor endokrin berperan dalam timbulnya kanker payudara yang terkait dalam durasi total menstruasi. Wanita yang mengalami menstruasi di bawah usia 12 tahun memiliki resiko kumulatif lebih besar kanker payudara daripada yang berusia 16 tahun. Sebaliknya, wanita yang mengalami menopause awal secara alami dapat menurunkan resiko.
Pada wanita yang mengalami kehamilan dan melahirkan pada usia 30 tahun atau lebih dilaporkan dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Periode antara onset dari menstruasi dan umur kehamilan merupakan jalan pembuka dari perkembangan kanker payudara. Periode tersebut merupakan waktu ketika kondisi hormonal yang tidak seimbang bereaksi dengan jaringan di payudara yang banyak dan sensitif.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Women Health Initiative, yang dilakukan pada 8000 wanita postmenopause dengan mengkonsumsi estrogen replacement therapy yang dikombinasikan dengan progesteron dan placebo, menunjukkan peningkatan resiko kanker pada subyek yang mengkonsumsi estrogen atau progesteron dibandingkan dengan yang menerima placebo. Peningkatan resiko terjadi pada tahun ketiga bagi wanita yang sebelumnya sudah menggunakan hormon menopause, tetapi hal ini tidak terjadi pada wanita bukan pengguna hingga tahun ke empat. Wanita yang sudah mengalami histerektomi, sehingga tidak memerlukan terapi progestin untuk menurunkan resiko kanker rahim, tidak mengalami peningkatan maupun penurunan resiko kanker payudara sama seperti halnya dengan yang memperoleh placebo.
Hal ini dapat menyimpulkan bahwa penggunaan terapi estrogen pengganti hormon adalah kontraindikasi dengan wanita yang memiliki sejarah kanker payudara.

B. Faktor Genetik
Secara empiris resiko dikaitkan dengan pola tertentu dari sejarah kanker payudara yang mengindikasikan :
1. Memiliki kerabat first-degree dekat dengan kanker payudara, meningkatkan resiko 1,5-3, tergantung dari umur.
2. Memiliki kerabat first-degree dengan kanker payudara padad usia dibawah 45 tahun, meningkatkan resiko.
3. Memiliki banyak kerabat first-degree dengan peyakit, dapat menigkatkan resiko.
4. Memiliki kerabat second-degree yang sakit menigkatkan resiko 50%.
5. Memilki kerabat yang sakit pada pihak ibu dan bapak mengkontrobusi resiko yang sama.

C. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara adalah :
1. Pola makan (diet)
Diet-diet yang dapat meningkatkan resiko dari kanker payudara antara lain daging (sapi, ayam, ikan) yang dipanggang dan digoreng secara berlebihan. Daging yang diolah demikian dapat menghasilkan 19 amin heterosiklik dengan akitivitas mutagenik. 10 dari amin tersebut telah terbukti memberikan efek karsinogen kronis.
Sebaliknya, makanan yang dapat menurunkan resiko kanker payudara adalah makanan yang mengandung beta-karoten, vitamin C, E dan A. Alkohol dapat meningkatkan resiko. Mekanisme yang terjadi adalah peningkatan estradiol atau hormon reproduksi steroid lainnya; menghambat metabolisme zat karsinogen di hati; memproduksi protein sitotoksik; menghancukan sel-sel imun; menghambat pembentukan DNA; mempengaruhi metabolisme substrat intraselular.
2. Berat badan
Pengaruh berat badan dalam meningkatkan resiko sangat kompleks dan berbeda dengan faktor umur dan status menopause.
3. Daerah yang pernah terkena radiasi (bom atom, kebocoran nuklir)
Pada korban yang selamat dari bom atom, terdapat pengaruh radiasi terhadap meningkatnya resiko kanker payudara terjadi pasien yang diradiasi untuk pengobatan postpartum mastitis, pasien yang menerima pemeriksaan flouroskopik pada terapi TBC, dan pasien yang menerima terapi radiasi untuk tumor. Tidak ditemukan pengaruh dari rokok, dan kafein yang dapat meningkatkan resiko dari kanker payudara.






Faktor Resiko Kategori pembanding Kategori resiko Resiko relatif
Sejarah keluarga No 1st degree relatives affected Ibu terkena sebelum 60 th
Ibu terkena setelah 60 th
Dua 1st degree relatives terkena
Dua atau lebih 2nd degree relative terkena
Kanker ovarium pada satu atau lebih 1st degree relatives 2.0
1.4
4-6
1.36
1.59
Umur saat menstruasi 16 tahun 11 tahun 1.3
Umur saat melahirkan Sebelum 20 tahun 20-24 tahun
25-29 tahun
30 tahun atau lebih 1.3
1.6
1.9
Umur saat menopause 45-54 tahun Setelah 55 thun
Sebelum 45 tahun
Oopherectomy sebelum 35 tahun 1.5
0.7
0.4
Penyakit payudara Tanpa biopsi Hanya ploriferasi
Hiperplasia atipikal
In situ karsinoma lobular 1.5
3.5
7.2
Obesitas 10th percentile 90th percentile
Umur 30-49 tahun
Umur 50 tahun atau lebih
0.8
1.2
Penggunaan kontrasepsi oral Tidak menggunakan Pernah menggunakan
4 tahun atau lebih setelah kehamilan 1.0
1.7
Penggantian estrogen post menopause Tidak menggunakan Meggunakan seumur hidup
15 tahun setelah
Past use 1.4
1.3
1.0
Konsumsi alkohol Bukan peminum 1 botol/hari
2 botol/hari
3botol/hari 1.10
1.25
1.50


V.2. FAKTOR RESIKO
Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:
1. Faktor reproduksi
Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.
2. Penggunaan hormon
Hormon eksogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.
3. Penyakit fibrokistik
Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.
4. Obesitas
Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.
5. Konsumsi lemak
Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk., melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.
6. Radiasi
Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.
7. Riwayat keluarga dan faktor genetik
Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.











VI. TANDA-TANDA DAN DIAGNOSIS
VI.1. Gejala
Gejala Klinis kanker payudara dapat berupa:
1. Benjolan pada payudara
Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, makin lama makin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu.
2. Erosi atau eksema puting susu
Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d'orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu makin lama makin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah.
3. Pendarahan pada puting susu.
4. Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul kalau tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau kalau sudah ada metastase ke tulang-tulang.
5. Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh .
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas Heagensen sebagai berikut:
• Terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
• Adanya nodul satelit pada kulit payudara;
• Kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa;
• Terdapat model parasternal;
• Terdapat nodul supraklavikula;
• Adanya edema lengan;
• Adanya metastase jauh;
• Serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain
VI.2 DIAGNOSA
VI.2.1. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan SADARI secara teratur sebulan sekali setelah selesai haid, dan bagi yang telah menopause hendaknya dilakukan pada tanggal tertentu yang mudah diingat dari setiap bulannya.
American Cancer Society dalam proyek skrining kanker payudara menganjurkan hal berikut ini pada wanita walaupun tidak dijumpai keluhan apapun:
 Wanita > 20 tahun melakukan SADARI tiap tiga bulan.
 Wanita > 35 tahun – 40 tahun melakukan mammografi.
 Wanita > 40 tahun melakukan check up pada dokter ahli.
 Wanita > 50 tahun check up rutin/mammografi setiap tahun.
 Wanita yang mempunyai faktor risiko tinggi (misalnya keluarga ada yang menderita kanker)pemeriksaan ke dokter lebih rutin dan lebih sering.

Teknik SADARI
1. Berdiri di depan cermin dengan bagian dada terbuka.
Lengan di bawah: bandingkan besar payudara kiri dan kanan, perhatikan puting susu, bentuk normal atau tidak.
Lengan diatas kepala : perhatikan hal-hal seperti tersebut diatas sekali lagi.
2. Berbaring (sebaiknya leher diganjal sedikit dengan bantal)
Dengan jari-jari II-IV dilakukan perabaan pada seluruh payudara sendiri memutar dari atas ke bawah dari pusat ke tepi.

VI.2.2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
A. Diagnostic mammography.
Sama dengan screening mammography hanya pada test ini lebih banyak gambar yang bisa diambil. Biasanya digunakan pada wanita dengan tanda-tanda, diantaranya puting mengeluarkan cairan atau ada benjolan baru. Diagnostic mammography bisa juga digunakan apabila sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat screening mammogram.

B. Ultrasound ( USG )
Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada payudara. Gelombang bunyi yang tinggi ini bisa membedakan suatu massa yang solid, yang kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan kanker.
C. MRI
MRI menggunakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi images (gambaran ) detail dari tubuh. MRI bisa digunakan, apabila sekali seorang wanita, telah didiagnose mempunyai kanker, maka untuk mencheck payudara lainnya bisa digunakan MRI. Tapi ini tidak mutlak. Bisa juga untuk screening saja.Menurut American Cancer Society ( ACS ), wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara, seperti contohnya pada wanita dengan mutasi gen BRCA atau banyak anggota keluarganya yang terkena kanker payudara, sebaiknya juga mendapatkan MRI, bersamaan dengan mammography.MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu kumpulan massa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak terlihat pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada wanita yang mempunyai jaringan payudara yang padat. Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan padat yang terlihat pada saat MRI bukan kanker, atau bahkan MRI tidak bisa menunjukkan suatu jaringan yang padat itu sebagai in situ breast cancer maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsy.

VI.2.3. TEST DENGAN BEDAH
Biopsi
Suatu test bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker, tapi hanya biopsi yang bisa memberikan diagnosis secara pasti. Sampel yang diambil dari biopsi, dianalisa oleh ahli patologi (dokter spesialis yang ahli dalam menterjemahkan test-test laboratorium dan mengevaluasi sel, jaringan, organ untuk menentukan penyakit).
• Image guided biopsy digunakan ketika suatu benjolan yang mencurigakan tidak teraba. Itu dapat dilakukan dengan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB, menggunakan jarum kecil untuk untuk mengambil sample jaringan). Stereotactic Core Biopsy (menggunakan X-ray untuk menentukan jaringan yang akan diambil ) atau Vacuum-Assisted Biopsy ( menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil beberapa macam jaringan inti yang luas). Dalam melakukan prosedur ini, jarum biopsi untuk menuju area yang dimaksud, dibantu oleh mammography, USG atau MRI. Metal clip kecil bisa diletakkan pada bagian dari payudara yang akan dilakukan biopsi. Dalam kasus ini apabila jaringan itu membuktikan adanya kanker, maka segera diadakan operasi tambahan. Keuntungan teknik ini adalah bahwa pasien hanya butuh sekali operasi untuk menetukan pengobatan dan menetukan stadium.
• Core Biopsy dapat menetukan jaringan. FNAB dapat menetukan sel dari suatu massa yang teraba, dan ini semua kemudian dapat dianalisa untuk menentukan adanya sel kanker.
• Surgical Biopsy (biopsi dengan cara operasi) mengambil sejumlah besar jaringan. Biopsi ini bisa incisional (mengambil sebagian dari benjolan) atau excisional (mengambil seluruh benjolan).

Apabila didiagnosa kanker, operasi lanjutan mungkin diperlukan untuk mendapatkan clear margin area (area jaringan disekitar tumor dimana dipastikan sudah bersih dari sel kanker) kemungkinan, sekalian mengambil jaringan kelenjar getah bening.
Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan di ditest oleh dokter untuk menentukan pengobatan.Test itu untuk melihat:
• Ciri-ciri tumor.
Apakah tumor itu Invasive ( biasanya menyebar ) atau In situ ( biasanya tidak menyebar ). Ductal ( dalam saluran susu ) atau lobular ( dalam kelenjar susu ). Grade ( seberapa besar perbedaan sel kanker itu dari sel sehat ) dan apakah sel kanker telah menjalar ke pembuluh darah atau pembuluh getah bening. Margin dari tumor juga di amati.


• Receptor Estrogen ( ER ) dan Receptor Progesteron ( PR ) test.
Sel kanker payudara apabila diketahui positif mengandung receptor ini ER (+) dan PR (+) berarti sel kanker ini berkembangnya karena hormon-hormon tersebut. Biasanya diadakan terapy hormone ( akan dibahas tersendiri ).
• Test HER2 neu.( C-erb2 ).
Adanya protein HER2 yang berlebihan. Rata-rata 25% penderita kanker. Dengan mengetahui status HER2 ( positive atau negative ) maka dapat ditentukan apakah pasien akan diterapi dengan menggunakan obat yang disebut trastuzumab ( HERCEPTIN ) atau tidak. ( mengenai HERCEPTIN akan dibahas tersendiri )
• Genetic Description of the Tumor.
Test dengan melihat unsur biology dari tumor, untuk memahami lebih dalam mengenai kanker payudara. Oncotype DX adalah test untuk mengukur resiko seberapa jauh kekambuhannya.

VI.2.3. TEST DENGAN DARAH
Test darah juga diperlukan untuk lebih mendalami kondisi kanker. Test-test itu antara lain :
• Level Hemoglobin ( HB ) : untuk mengetahui jumlah oksigen yang ada di dalam sel darah merah
• Level Hematocrit : untuk mengetahui prosentase dari darah merah didalam seluruh badan
• Jumlah dari sel darah putih : untuk membantu melawan infeksi
• Jumlah trombosit ( untuk membantu pembekuan darah )
• Differential ( prosentase dari beberapa sel darah putih )
• Jumlah alkaline phosphatase: Jumlah enzyme yang tinggi bisa mengindikasikan penyebaran kanker ke liver, hati dan saluran empedu dan tulang.
• SGOT & SPGT : Test ini untuk mengevaluasi fungsi lever. Angka yang tinggi dari salah satu test ini mengindikasikan adanya kerusakan pada liver, bisa jadi suatu sinyal adanya penyebaran ke liver
VI.2.4. TUMOR MARKER TEST
Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada darah, kencing atau jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dari nilai normalnya, mengindikasikan adanya suatu proses tidak normal dalam tubuh. Bisa disebabkan karena kanker , bisa juga bukan. Pada kanker payudara tumor marker yang biasanya dilakukan adalah CA 15.3 dengan mengambil sample darah. Pada standard PRODIA tumor marker tidak boleh melebihi angka 30.

VI.2.5. TEST-TEST LAIN
Test –test lain yang biasa dilakukan untuk kanker payudara adalah :
• Photo Thorax
Untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran keparu-paru
• Bonescan
Untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke tulang. Pada bonescan, pasien disuntikkan radioactive tracer pada pembuluh vena. Yang nantinya akan berkumpul pada tulang yang menunjukkan kelainan karena kanker. Jarak antara suntikan dan pelaksanaan bonescan kira-kira 3-4 jam. Selama itu pasien dianjurkan minum sebanyak-banyaknya. Hasil yang terlihat adalah gambar penampang tulang lengkap dari depan dan belakang. Tulang yang menunjukkan kelainan akan terlihat warnanya lebih gelap dari tulang normal.
• Computed Tomography ( CT atau CAT ) Scan.
Untuk melihat secara detail letak tumor. Disini pasien juga disuntik radioactive tracer pada pembuluh vena, tapi volumenya lebih banyak sehingga sebenarnya sama dengan infuse. Setelah disuntik CT-scan bisa segera dilakukan. CT-scan akan membuat gambar tiga dimensi bagian dalam tubuh yang diambil dari berbagai sudut. Hasilnya akan terlihat gambar potongan melintang bagian dari tubuh yang discan 3 dimensi.
• Positron Emission Tomography ( PET ) scan.
Untuk melihat apakah kanker sudah menyebar.Dalam PET scan cairan glukosa yang mengandung radioaktif disuntikkan pada pasien. Sel kanker akan menyerap lebih cepat cairan glukosa tersebut, dibanding sel normal. Sehingga akan terlihat warna kontras pada PET scan. PET scan biasanya digunakan sebagai pelengkap data dari hasil CTscan, MRI dan pemeriksaan secara fisik
























VII. PENANGANAN KANKER PAYUDARA NON-FARMAKOLOGI
Penanganan kanker payudara secara non-farmakologi secara umum dibagi 3 :
1. Perubahan pola hidup (mengurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok, olahraga secara teratur).
2. Lumpectomy, apabila daerah atau jaringan yang terkena kanker kecil/sedikit
Lumpectomy biasanya diikuti dengan terapi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan ke seluruh area payudara atau hanya pada bagian tertentu payudara. Terapi radiasi biasanya dilakukan selama 7 hari. Kombinasi lumpectomy-radiasi disebut breast-conserving therapy.
3. Mastectomy, apabila daerah atau jaringan yang terkena kanker besar atau banyak dan tersebar di seluruh payudara. Pada mastectomy tidak diperlukan terapi radiasi.
Terapi radiasi baru diperlukan apabila terdeteksi adanya sel kanker yang tidak ikut terangkat pada jaringan yang dekat atau bersebelahan dengan jaringan payudara yang diangkat.


VII.1 Operasi
Terapi kanker payudara banyak menggunakan operasi, hampir 92% dari total terapi yang digunakan. Terapi menggunakan operasi dapat dikombinasikan dengan terapi lain, seperti terapi radiasi, terapi hormon, khemoterapi.
Terapi operasi merupakan penatalaksanaan lokal pada kanker payudara. Operasi yang akan digunakan tergantung pada stadium kanker, ukuran tumor, ukuran payudara, dan keterlibatan nodus limfe.
Operasi ini meliputi :
1. Sentinel Lymph Node Biopsy (SLNB)
2. Axillary Lymph Node Dissection (ALND)
3. Lumpectomy
4. Mastectomy
• Segmental / Partial Mastectomy
• Simple / Total Mastectomy
• Modified Radical Mastectomy
• Radical Mastectomy

VII.1.1. Sentinel Lymph Node Biopsy (SLNB)
Nodus sentinel yaitu nodus limfe yang pertama kali berisi sel kanker jika sel kanker tersebut mulai menyebar. Pada biopsi nodus limfe sentinel, dokter bedah mencari dan mengambil nodus sentinel. Yaitu dengan cara menyuntikkan bahan radioaktif (biasanya berwarna biru) ke lokasi sekitar tumor. Pembuluh limfatik akan membawa senyawa radioaktif ini ke dalam nodus sentinel setelah beberapa jam dan akan memberikan "lymph node map.". Dokter menggunakan alat pendeteksi radioaktif yang ada dalam nodus. Kemudian dilakukan incisi di kulit yang menutup area tersebut dan mengambil 2-3 nodus yang berwarna biru. Nodus ini kemudian diperiksa.

Keterangan :
A: blue dye in tumor site
B: axillary lymph nodes: levels I
C: axillary lymph nodes: levels II
D: axillary lymph nodes: levels III
E: large lymphatic channels
F: small lymphatic channels
G: sentinel lymph nodes



Jika ditemuakan kanker pada nodus limfe sentinel maka dokter bedah akan melakukan axillary lymph node dissection untuk melihat nodus limfe lainnya yang telah terjangkit kanker. Dissection ini dapat dilakukan pada waktu yang sama atau beberapa hari setelah dilakukan biopsi nodus sentinel.
Jika nodus sentinel bebas kanker, maka dapat dipastikan 95% kanker tidak menyebar ke nodus limfe lainnya.
Biopsi nodus sentinel tidak selalu bisa diterapkan. Biopsi ini dapat dilakukan jika tumor lebih kecil dari 5 cm, tidak sedang mendapat kemoterapi atau terapi hormon dan nodus limfe tidak teraba membesar.

VII.1.2 Axillary Lymph Node Dissection (ALND)
Yaitu mengambil nodus limfe aksilari untuk mengetahui apakah breast cancer telah menyebar ke nodus limfe aksilari, beberapa nodus limfe ini diambil dan dilihat di bawah mikroskop. Hal ini merupakan bagian penting dalam penentuan stadium, penentuan terapi dan hasil. Jika nodus limfe telah terjangkit kanker maka kemungkinan besar kanker tersebut telah menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah.
Axillary lymph node dissection merupakan bagian dari prosedur radikal atau modified radical mastectomy
Efek samping yang mungkin terjadi :lymphedema (pembengkakan limfe). Yaitu kondisi pembengkakan limfe karena penutupan pembuluh limfe. Pembuluh limfe menjadi tertutup setelah nodus limfe diambil saat operasi sedangkan cairan secara normal kembali ke aliran darah melalui sistem limfatik. Hal ini menyebabkan lengan membengkak dan terkadang terjadi juga pembengkakkan payudara. 25% wanita yang menjalani axillary limph node dissection dapat terjadi lymphedema. Tetapi dengan biopsi nodus life sentinel hanya 5% wanita mengalami lymphedema.

VII.1.3 Lumpectomy
Yaitu pengambilan tumor primer dan jaringan payudara normal yang berbatasan dengan tumor. Jika dokter menemukan adanya kanker pada batas luar jaringan normal payudara yang teIah diambil saat lumpectomy maka dokter bedah harus mengambil jaringan payudara normal yang mengelilingi jaringan normal yang telah diambil tersebut. Operasi ini disebut re-ekscisi. Jika tumor tidak mudah teraba, maka teknik operasi yang digunakan yaitu ‘lokalisasi benang’ untuk mengetahui secara pasti lokasi tumor dengan bantuan mammografi atau sinar X atau ultrasound.
Radioterapi biasanya diberikan setelah lumpectomy. Jika sedang menjalani kemoterapi adjuvant maka radiasi ini ditunda sampai kemoterapi selesai.
Kelebihan Lumpectomy yaitu payudara dapat dipertahankan, sedangkan kekurangannya yaitu kemungkinan besar dilanjutkan dengan terapi radiasi. Sedangkan Mastectomy mempunyai kelebihan kemungkinan kecil dilakukan terapi radiasi, tetapi kekurangannya yaitu kehilangan payudara (kecuali partial mastectomy)

Beberapa wanita tidak diperbolehkan memilih lumpectomy karena kondisi berikut:
• Pernah menjalani terapi radiasi payudara
• Mempunyai 2 atau lebih lokasi kanker pada payudara yg sama. Pernah menjalani initial lumpectomy dengan re-ekscisi belum sempurna menghilangkan kanker
• Mempunyai penyakit yang sensitif terhadap terapi radiasi, contoh skleroderma, lupus sistemik, dermatitis.
• Wanita hamil karena terapi radiasi beresiko terhadap janinMempunyai kanker > 5 cm (2 inches) Mempunyai kanker yang relatif besar bila dibandingkan ukuran payudara
• Mempunyai risiko tinggi timbul kanker lagi.
Operasi ini ditujukan untuk kanker payudara stadium I dan II. Pada beberapa kasus, stadium lanjut juga bisa memilih lumpectomy tetapi harus dilakukan kemoterapi sebelum operasi untuk mengurangi ukuran tumor dan mencegah kesepatan kanker bermetastase. Angka survival operasi ini sama dengan mastectomy.





VII.1.4 Partial (segmental) Mastectomy
Yaitu pengangkatan tumor primer, jaringan payudara normal yang berbatasan dengan tumor, dan sebagian nodus limfe aksilari. Operasi ini mengambil jaringan payudara lebih banyak dibandingkan lumpectomy, yaitu sekitar seperempat payudara. Terapi radiasi biasanya diberikan setelah operasi, tetapi radiasi ini ditunda jika pasien diberi kemoterapi.
Efek samping dari operasi ini antara lain nyeri, pembengkakan sementara, kasar pada tempat bekas jaringan yang diambil saat operasi, perubahan bentuk payudara. Operasi ini ditujukan untuk kanker payudara stadium I dan II.
Terapi radiasi pasca lumpectomy maupun partial mastectomy pada beberapa wanita boleh tidak digunakan jika :
1. Usia > 70 tahun
2. Tumor < 2 cm dan telah dihilangkan sempurna
3. Tumor mempunyai hormone receptor-positive, mendapat terapi hormon
4. Kanker tidak menyebar ke nodus limfe


VII.1.5 Simple / Total Mastectomy
Yaitu pengangkatan payudara (termasuk kompleks nipple-aerola) , tanpa pengangkatan otot di bawah payudara maupun nodus limfe aksilari. Tetapi terkadang juga dilakukan pengambilan beberapa nodus limfe aksilari. Operasi pembentukkan payudara setelah total mastectomy jauh lebih mudah dibandingkan modified radical dan radical mastectomy. Pasca operasi ini jarang menimbulkan pembengkakkan.

VII.1.6 Modified Radical Mastectomy
Yaitu pengangkatan payudara (termasuk kompleks nipple-aerola) dan nodus limfe aksilari level I dan II. Angka survival setelah operasi ini sama dengan angka survival setelah radical mastectomy. Dokter bedah dapat mengambil kanker lokal tanpa menghilangkan otot. Komplikasi lebih kecil dibandingkan radical mastectomy.
Untuk tumor yang lebih kecil, dapat dipilih a skin-sparing mastectomy, di mana hampir semua kulit payudara diambil kecuali puting susu dan aerola.
VII.1.7 Radical Mastectomy
Yaitu Pengangkatan payudara (termasuk kompleks nipple-aerola), otot pektoralis mayor dan minor, nodus limfe aksilari level I, II, III.Operasi ini pernah menjadi operasi yang sering digunakan karena anggapan bahwa mengambil otot di bawah payudara dapat mencegah metastasis kanker. Setelah diteliti ternyata radical mastectomy tidak meningkatkan prognosis dan tidak perlu dilakukan operasi ini jika kanker ditemukan lebih dini (early stage). Juga karena efek samping yang ditimbulkan dan bisa memilih modified radical mastectomy yang sama efektifnya dengan radical mastectomy, sehingga radical mastectomy saat ini jarang digunakan
Efek samping yang bisa terjadi antara lain :
• Terkadang lengan tidak dapat digerakkan
• Bekas operasi meninggalkan jurang pada dada (bekas operasi), sehingga sulit dilakukan operasi pembentukan payudara.
• infeksi pada luka
• Hematoma (pendarahan pada pada lokasi yang dioperasi)
• Seroma (lokasi yang dioperasi mengeluarkan cairan bening)
• lymphedema

Modified Radical Mastectomy Radical Mastectomy
Keterangan :
A : pink highlighted area indicates tissue removed at mastectomy
B : axillary lymph nodes: levels I
C : axillary lymph nodes: levels II
D : axillary lymph nodes: levels III
E : supraclavicular lymph nodes
F : internal mammary lymph nodes
VII.1.8 Operasi Pembentukan Payudara (Breast Reconstruction)
Beberapa wanita melakukan operasi pembentukan payudara setelah mastectomy.
Operasi ini dilakukan setelah mastectomy . Operasi ini tidak mengembalikan payudara yang telah diambil tetapi hanya memberi bentuk seperti payudara menggunakan implan atau jaringan yang diambil dari perut, punggung atau bokong. Implan dapat berupa kantong silikon yang berisi air garam atau gel silikon. Operasi pembentukkan payudara dapat dilakukan sesaat setelah mastectomy juga bisa beberapa hari setelah mastectomy

VII.2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi disebut juga radioterapi merupakan salah satu cara penanganan kanker payudara yang memiliki ketepatan target dan keefektifan yang tinggi dalam menghancurkan sel kanker yang tidak terangkat setelah operasi. Radiasi dapat mengurangi risiko timbulnya kanker kembali hingga 50–66 %. Terapi radiasi ini relatif mudah untuk ditoleransi oleh tubuh dan kemungkinan munculnya efek samping terbatas pada daerah yang terkena radiasi saja. Sinar radiasi yang berenergi tinggi diarahkan ke daerah payudara yang terkena kanker. Radiasi ini kemungkinan dapat ikut merusak sel atau jaringan yang terlewati oleh sinar. Meskipun demikian, efek radiasi terhadap sel kanker lebih buruk daripada sel normal karena sel kanker lebih sensitif terhadap radiasi daripada sel normal. Pertahanan sel kanker lemah karena aktivitas sel kanker difokuskan pada pertumbuhan dan pembuatan sel kanker baru. Selain itu pengaturan di dalam sel kanker tidak sebaik sel normal sehingga lebih sulit bagi sel kanker untuk memperbaiki kerusakan sel yang timbul akibat radiasi. Dengan demikian sel kanker mudah hancur sementara sel normal yang sehat dapat memperbaiki kerusakan akibat radiasi dan tetap bertahan. Ada dua cara terapi radiasi, yaitu radiasi eksternal dan internal.
a. Radiasi Eksternal
Pada teknik radiasi eksternal, sebuah mesin yang disebut Linear Accelerator menghantarkan radiasi berenergi tinggi ke daerah target. Mesin tersebut menghasilkan radiasi berenergi tinggi dengan menggunakan energi listrik untuk membentuk aliran partikel subatom dengan kecepatan tinggi. Radiasi ini diberikan pada pasien sehari sekali selama 5 – 7 minggu, tergantung kondisi pasien.


Posisi tubuh ketika menjalani terapi radiasi dilihat dari depan / atas dan samping.
A. Kuning tua : Daerah payudara yang diradiasi
B. Kuning muda : Sinar radiasi
C. Sumber sinar radiasi dari Linear Accelerator
D. Penahan tangan

Penampang bagian tubuh bagian atas ketika menerima sinar radiasi
A. Sinar radiasi tengah
B. Sinar radiasi samping
C. Kuning tua : Daerah payudara yang diradiasi
D. Tulang rusuk
E. Jantung
F. Paru-paru
G. Tulang punggung
H. Sternum / Tulang payudara
Seperti yang terlihat pada gambar, radiasi seluruh payudara dilakukan menggunakan dua sumber sinar. Kedua sinar tersebut ditempatkan saling berhadapan.

b. Radiasi Internal
Beberapa tipe radiasi dilakukan dari dalam tubuh pasien, seperti radiasi internal, brachytherapy, low- or high-dose rate radiation, intracavitary radiation, dan intraoperative radiation. Dalam penanganan kanker menggunakan radiasi internal ini digunakan senyawa radioaktif yang disebut “seeds”. Senyawa radioaktif ini dapat diberikan melalui dua cara yaitu LDR (Low-dose rate) brachytherapy dimana jangka waktu pemaparan panjang (seharian) dan HDR (High-dose rate) brachytherapy dengan jangka waktu pemaparan sekitar 5-10 menit. Pada teknik brachytherapy, senyawa radioaktif ditempatkan pada sebuah tube kecil yang disebut kateter atau pada alat semacam balon khusus yang disebut mammosite, kemudian ditanam pada daerah payudara yang terkena kanker. Pada teknik intraoperative radiation, tube yang berisi senyawa radioaktif ditanam pada saat operasi. Jadi setelah sel atau jaringan kanker diangkat, tube atau balon yang berisis senyawa radioaktif segera ditanam. Sedangkan pada teknik intracavitary radiation, tube atau balon yang berisi senyawa radioaktif ditanam beberapa minggu setelah operasi selesai, biasanya setelah 4 minggu setelah operasi. Pada teknik ini, bagian payudara tempat ditanamnya tube atau balon tersebut harus mengandung fluid-filled cavity (seroma) tempat sel kanker dulunya berada. Terapi radiasi dapat diberikan:
a. Whole breast Radiation
Terapi radiasi ke seluruh bagian payudara ini hanya diberikan melalui terapi radiasi eksternal menggunakan dua sumber sinar.
b. Partial-breast Radiation
Partial-breast irradiation (PBI) disebut juga limited-field radiation therapy. Terapi radiasi ini dikembangkan untuk mengurangi risiko munculnya kanker kembali, memperpendek jangka waktu terapi radiasi, dan membatasi dosis radiasi pada jaringan sekitar yang sehat. Terapi ini dapat diberikan kembali pada pasien yang telah diradiasi kemudian didiagnosis kanker kembali, asalkan daerah yang akan diterapi berbeda dari sebelumnya.
Kanker dapat menyerang kembali terutama di daerah yang berdekatan dengan kanker sebelumnya. Risiko munculnya kanker di daerah yang berbeda pada payudara yang sama cukup kecil. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan terapi radiasi baru telah dikembangkan yaitu radiasi hanya difokuskan pada daerah yang dekat dengan daerah yang pernah terkena kanker. Dengan demikian jangka waktu terapi dapat diperpendek menjadi satu minggu saja
Partial-breast radiation dapat diberikan secara internal maupun eksternal pada saat atau setelah operasi. Radiasi secara internal dilakukan dengan menanam senyawa radioaktif pada saat operasi, proses ini disebut intraoperative radiation.
Radiasi secara internal disebut brachytherapy dimana digunakan senyawa radioaktif dengan pemaparan radiasi yang lambat. Ada dua jenis brachytherapy yaitu multi-catheter brachytherapy dan balloon-catheter brachytherapy. Pada multi-catheter brachytherapy, kateter/tube ditanam di bawah kulit pada daerah yang terkena kanker. Ujung tube dikeluarkan melalui lubang kecil pada kulit. Tube ditahan menggunakan ’stitches’ agar posisi tidak berubah. Senyawa radioaktif kemudian dimasukkan ke tube tersebut sesuai dengan dosis yang ditentukan oleh dokter. Proses ini akan berjalan selama beberapa hari sehingga pasien harus dirawat di rumah sakit. Pada saat proses dilakukan, tidak seorang pun diizinkan untuk berada dekat dengan pasien. Perawat, dokter, dan pengunjung (keluarga) hanya boleh berada di dekat pasien dalam jangka waktu yang sangat pendek. Apabila proses perawatan telah selesai, tube yang ditanam akan dilepas dari payudara. Apabila dosis radioaktif yang digunakan besar, proses dapat berjalan lebih cepat yaitu sekitar 10 menit.
Pada balloon-catheter brachytherapy (mammosite system) digunakan tube khusus dengan balon pada ujungnya. Balon tersebut ditempatkan pada daerah yang terkena kanker kemudian tube dikeluarkan melalui lubang kecil pada kulit. ’Stitches’ tidak diperlukan karena balon diisi oleh cairan untuk menahan balon dan tube agar tetap pada posisinya. Balon tersebut dibiarkan tetap di payudara selama satu setengah minggu. Perencanaan yang matang diperlukan untuk memastikan balon cocok dengan payudara. Pada setiap prosesnya, senyawa radioaktif ditempatkan di tengah-tengah balon selama 5-10 menit. Total perawatan yang diberikan sebanyak 10 kali selama 5 hari yang berarti 2 kali proses setiap harinya dengan jarak waktu 6 jam antar proses. Apabila perawatan telah selesai, balon dan tube dikeluarkan dari payudara..
Partial-breast radiation dapat juga diberikan melalui radiasi eksternal. Radiasi diberikan menggunakan linear accelerator, sehari dua kali selama satu minggu.
Keuntungan dan kekurangan Partial-breast Radiation
Jika dibandingkan dengan whole-breast radiation, partial-breast radiation memiliki beberapa keuntungan :
• Waktu perawatan lebih pendek (1 minggu lawan 7 minggu). Intraoperative partial-breast radiation membutuhkan waktu yang lebih pendek lagi karena dilakukan pada saat operasi.
• Radiasi hanya diberikan pada daerah yang memiliki risiko besar timbulnya kanker apabila kanker kembali menyerang. Bagian tubuh yang menerima radiasi lebih sedikit, sehingga efek samping pun lebih sedikit.
• Penelitian menunjukkan sampai saat ini kecilnya risiko munculnya kembali kanker setelah menerima partial-breast radiation.
Kekurangannya :
• Track record partial-breast radiation pendek. Penelitian baru dilakukan terhadap beberapa ratus orang dalam jangka waktu yang pendek sehingga keuntungan dan efek sampingnya belum dipahami dengan pasti.
• Teknik partial-breast radiation membutuhkan pelatihan khusus dan pengalaman tertentu.
10 Poin Kunci tentang Terapi Radiasi yang perlu diperhatikan diantaranya :
1. Radiasi bersifat lokal, terapi didisain untuk membunuh sel kanker yang kemungkinan masih ada setelah operasi. Radiasi diberikan pada daerah munculnya kanker atau ke bagian tubuh lainnya apabila kanker telah menyebar.
2. Perawatan dengan radiasi tidak menimbulkan rasa sakit. Akan tetapi, kemungkinan radiasi akan menimbulkan sedikit rasa ketidaknyamanan selama beberapa waktu.
3. Perawatan dengan radiasi eksternal, terapi yang biasa dilakukan, tidak membuat tubuh menjadi radioaktif.
4. Perawatan biasanya diberikan 5 hari seminggu selama 7 minggu. Kadangkala radiasi diberikan sehari dua kali selama seminggu.
5. Pasien masih dapat melakukan rutinitas harian selama perawatan karena perawatan harian hanya berlangsung sekitar 30 menit.
6. Radiasi tidak merontokkan rambut, kecuali radiasi diberikan ke kepala.
7. Pada daerah yang menerima radiasi, kulitnya dapat berubah menjadi pink, kemerahan, kecoklatan yang sensitif dan teriritasi. Gejala ini dapat dikurangi dengan pemberian krim atau obat-obatan lain.
8. Selama perawatan, pasien biasanya cepat merasa lelah. Kondisi ini dapat berlangsung selama beberapa minggu, bahkan bulan setelah perawatan selesai.
9. Efek samping radiasi kebanyakan bersifat sementara.
10. Terapi radiasi dapat menurunkan secara signifikan risiko munculnya kembali kanker setelah operasi.
VII.3. Efek Samping Radiasi
Setiap perawatan pasti akan menghasilkan keuntungan maupun efek samping. Respon setiap orang akan berbeda pada setiap jenis perawatan, sehingga sulit untuk memperkirakan apa yang mungkin atau tidak mungkin timbul setelah perawatan. Yang perlu diperhatikan yaitu bahwa radiasi yang digunakan dalam perawatan kanker payudara memiliki fokus dan kontrol yang tinggi serta relatif aman. Efek samping yang biasa terjadi, yaitu kulit kemerahan, iritasi pada kulit, ketidaknyamanan, rasa lelah, dan sebagainya. Pada umumnya efek samping tersebut akan hilang setelah 2-4 minggu pascaradiasi.

VII.4. Ovarian Ablation
Ovarian ablation merupakan suatu proses medis untuk mengangkat ovarium atau menghambat serta menghentikan kerja ovarium secara permanen atau sementara. Teknik ini dapat berguna dalam penanganan kanker payudara karena dengan menghentikan kerja ovarium, maka produksi hormon estrogen yang dapat menstimulasi berkembangnya sel-sel kanker pada payudara pun terhenti. Teknik ini berguna terutama pada wanita yang didiagnosis kanker payudara reseptor estrogen positif dan belum mengalami menopause. Ovarian ablation dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan cara operasi, radiasi, dan dengan konsumsi obat (terapi hormon). Ovarian ablation dengan cara operasi disebut oophrectomy dan menggunakan alat yang disebut laparoscope. Setelah operasi pengangkatan dilakukan, siklus menstruasi akan terhenti sama sekali sehingga cara ini bersifat reversibel. Efek samping yang biasanya terjadi setelah operasi diantaranya yaitu timbul rasa sakit, memar, bengkak dan infeksi pada bekas operasi. Pada teknik radiasi, digunakan low-dose radiation therapy. Sebelum radiasi dilakukan, pasien harus diperiksa dengan ultrasound untuk mendeteksi letak ovarium dengan pasti karena letak ovarium berbeda pada setiap wanita. Jangka waktu perawatan dengan teknik ini lama dan tidak bisa langsung menghentikan siklus menstruasi. Biasanya siklus baru berhenti 3 bulan setelah perawatan dijalankan. Bahkan pada beberapa kasus, radiasi tidak memberikan efek apapun. Efek samping dari radiasi diantaranya yaitu diare, ketidaknyamanan pada daerah perut, mual, dan kelelahan. Efek samping ini bersifat sementara dan biasanya hanya terjadi beberapa minggu saja dan dokter biasanya memberikan obat-obat tertentu untuk memperingan efek samping. Akan tetapi dapat pula terjadi efek samping lain yang tidak diinginkan yaitu sinar radiasi terpaparkan pada jaringan di sekitar ovarium sehingga terjadi perubahan pada jaringan sekitar. Efek samping ini dapat diminimalisir dengan perencanaan yang cermat dan penggunaan radiasi dengen dosis rendah low-dose radiation). Ovarian ablation dengan menggunakan terapi hormon dilakukan dengan menggunakan golongan obat dengan mekanisme kerja memanipulasi kelenjar hormon di otak yang berperan dalam mengatur ovarium dalam memproduksi hormon. Sifat dari teknik ini adalah irreversibel karena apabila penggunaan obat atau terapi hormon dihentikan, maka ovarium akan bekerja dengan normal kembali dalam memproduksi hormon-hormon.


















VIII. PENANGANAN FARMAKOLOGI
VIII.1 Kemoterapi pada Kanker Payudara
Kemoterapi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang bertujuan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Manfaat kemoterapi, diantaranya adalah:
1. Pengobatan
Beberapa jenis kanker dapat disembuhkan secara tuntas dengan satu jenis kemoterapi atau beberapa jenis kemoterapi.
2. Kontrol
Kemoterapi ada yang bertujuan untuk menghambat perkembangan kanker agar tidak bertambah besar atau menyebar ke jaringan lain.
3. Mengurangi gejala
Bila kemotarapi tidak dapat menghilangkan kanker, maka kemoterapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala yang timbul pada pasien, seperti meringankan rasa sakit dan memberi perasaan lebih baik serta memperkecil ukuran kenker pada daerah yang diserang.
Kemoterapi dapat diberikan dengan cara infus, suntikan langsung (otot, bawah kulit, rongga tubuh) dan cara diminum (tablet/kapsul). Kemoterapi dapat diberikan di rumah sakit atau klinik. Terkadang perlu menginap, tergantung jenis obat yang digunakan. Jenis dan jangka waktu kemoterapi tergantung pada jenis kanker dan obat yang digunakan.
Efek samping kemoterapi yang biasa dirasakan diantaranya :
1. Lemas
Merupakan efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung hingga akhir pengobatan.
2. Mual dan Muntah
Ada beberapa obat kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah dengan obat anti mual yang diberikan sebelum/selama/sesudah pengobatan kemoterapi. Mual muntah dapat berlangsung singkat ataupun lama.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa jenis obat kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi.
Bila diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila susah BAB: perbanyak makanan berserat, olahraga ringan bila memungkinkan
4. Sariawan
Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi
5. Rambut Rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai.
6. Otot dan Saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan atau kaki serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot.
7. Efek Pada Darah
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.




Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan:
a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leukosit turun, karena leukosit adalah sel darah yang berfungsi untuk perlindungan terhadap infeksi.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah di kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai oleh penurunan Hb (hemoglobin). Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah seorang menjadi merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.
8. Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitiv terhadap matahari. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

VIII.2 Terapi endokrin
Sasaran terapi endokrin adalah untuk menurunkan tingkat estrogen yang bersirkulasi dan atau mencegah efek estrogen pada semua sel kanker payudara dengan cara memblok reseptor hormon atau menurunkan kemunculan reseptor ini. Pencapaian sasaran yang pertama tergantung pada status menopuasal pasien, tetapi sasaran yang kedua tidak.
Terapi hormonal atau endokrin diresepkan pada pasien yang memiliki reseptor estrogen atau progesterone pada sel kankernya. Pada sel kanker dijumpai suatu molekul protein Estrogen Reseptor (ERs), tetapi tetap tidak aktif selama estrogen tidak ada. Tetapi ketika ERs berikatan dengan estrogen, tumor akan tumbuh dan membesar. Tumor yang mengandung ERs, disebut tumor ER positif (ER+). Ketika tumor mengandung reseptor progesteron, disebut tumor positif (PR+).
Saat ini ada 3 pilihan terapi yang tersedia : selective estrogen-receptors modulators ( SERMs), aromatase inhibitor (AIs), dan estrogen receptor down-regulators. SERMs adalah molekul yang memiliki aktivitas estrogenik yang spesifik, (dapat menghasilkan efek agonis parsial atau antagonis). Tujuan penggunaan obat ini menghambat pengikatan estrogen pada reseptornya yang terdapat pada sel kanker. Sehingga proses pembelahan sel yang dimediasi oleh estrogen akan terhambat. Hasilnya, sel kanker akan berhenti berkembang.


AIs mengurangi estrogen yang dibuat di dalam tubuh dengan cara memblok proses biosintesisnya.
ER down regulators seperti GnRH analog bekerja dengan cara berikatan dengan reseptornya di pituitary yang akan menghambat pelepasan LH dan FSH sehingga ovarium tidak terstimulasi untuk menghasilkan estrogen. Dengan mekanisme ini estrogen tidak dihasilkan oleh ovarium dan akhirnya kadar estrogen dalam tubuh menurun.


ER down regulators seperti GnRH analog bekerja dengan cara berikatan dengan reseptornya di pituitary yang akan menghambat pelepasan LH dan FSH sehingga ovarium tidak terstimulasi untuk menghasilkan estrogen. Dengan mekanisme ini estrogen tidak dihasilkan oleh ovarium dan akhirnya kadar estrogen dalam tubuh menurun.

First line terapi untuk terapi hormonal adalah menggunakan tamoxifen, yang jika tidak efektif dapat dilanjutkan dengan letrozol.

VIII.3 Imunoterapi
Terapi antibodi menggunakan antibody untuk menarget tumor yang memiliki protein Human epidermal growth factor (HER-2) yang terlalu banyak. Protein ini terdapat pada permukaan sel kanker dan dapat menginisiasi pertumbuhan dan peyebaran sel – sel kanker. Proses pegikatany ang terjadi pada terapi ini antara protein HER-2 dan antibodi (contohnya Herceptin) mencegah pertumbuhan sel dan pembelahan atau langsung dapat membunuh sel.




VIII.4 Regimen Terapi Untuk Kanker Payudara
Regimen terapi untuk kanker payudara, terbagi 2 yaitu:
1. Kemoterapi Agen tunggal
2. Protokol kemoterapi untuk kanker payudara

KEMOTERAPI AGEN TUNGGAL METASTATIC
No Jenis Pemberian
1 Paclitaxel
Paclitaxel 175 mg/m2, IV, selama 32 jam
Siklus diulang tiap 21 hari
Atau
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV, selama 1 jam
Dosis diulang tiap 7 hari.
2 Docitaxel
Docitaxel 60-100 mg/m2, IV, selama 1 jam
Siklus diulang tiap 21 hari
Atau
Docitaxel 30-35 mg/m2 perminggu, IV, selama 30 menit
Dosis diulang tiap 7 hari.
3 Capecitabine
Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral
Terbagi tiap 2 hari untuk 14 hari
Siklus diulang tiap 21 hari.
4 Vinorelbine Vinorelbine 30 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Diulang tiap 21 hari atau
Vinorelbine 25-30 mg/m2 perminggu, IV
Siklus diulang tiap 7 hari (adjust dosis berdasarkan hitungan netrofil)
5 Gemcitabine
Gemcitabine 600-1000 mg/m2 per minggu, IV, hari 1, 8, & 15
Siklus diulang tiap 28 hari.
6 Liposomal doxorubisin Liposomal doxorubisin 30-50 mg/m2, IV, selama 90 menit
Siklus diulang tiap 21-28 hari
7 Docetaxel & Capecitabine
Docetaxel 75 mg/m2, IV, lebih dari 1 jam, hari 1
Capecitabine 2000-2500 mg/m2 perhari, oral,
diberikan 2 hari sekali untuk 14 hari
Siklus diulang tiap 21 hari.
Epirubisin 70-90 mg/m2, IV, bolus
8 Epirubisin & Docetaxel
Epirubisin 70-90 mg/m2, IV, bolus
Dilanjutkan dengan
Docetaxel 70-90 mg/m2, IV, selama 1 jam
Siklus diulang tiap 21 hari.
9 Doxorubisin & Docetaxel
Docetaxel 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Dilanjutkan dengan
Docetaxel 75 mg/m2, IV, selama 1 jam, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari.

PROTOKOL KEMOTERAPI UNTUK KANKER PAYUDARA
No Protokol Kemoterapi Pemberian
1 AC Doxorubisin 60 mg/m2, IV, hari 1
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang setiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
2 FAC Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1 & 4
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion lebih dari 72 jam
Cyclophospamide 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 dan 28 hari, dilakukan 6 siklus.
3 CAF Cyclophospamide 600 mg/m2, IV, hari 1
Doxorubisin 60 mg/m2, IV , hari 1
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21-28 hari, dilakukan 6 siklus.
4 FEC Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1
Epirubisin 100 mg/m, IV, hari 1
Cyclophospamide 500 mg/m2, oral, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
5 CEF Cyclophospamide 75 mg/m2, oral, hari 1-14
Epirubisin 60 mg/m, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 6 siklus.
(Disertai pemberian antibiotik propilaktif atau faktor penunjang pertumbuhan).
6 AC-Paclitaxel
(CAUGB 9344)
Doxorubisin 60 mg/m2, IV, hari 1
Cyclophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus
Dilanjutkan dengan:
Pacxitaxel 175 mg/m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 21 hari, dilakukan 4 siklus.
7 TAC (BCIRG)
Docotaxel 75 mg/m2, IV, hari 1
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Cyclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
(Pemberian Doxorubisin harus yang pertama)
Siklus diulang tiap 21-28 hari untuk 6 siklus.
8 Paclitaxel-FAI
Paclitaxel 80 mg/m2 perminggu, IV
1 jam tiap minggu untuk 12 minggu
Dilanjutkan dengan
Fluorourasil 500 mg/m2, IV, hari 1 & 4
Doxorubisin 50 mg/m2, IV, dilanjutkan infusion selama 72 jam.
Ciclophospamid 500 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang 21-28 hari untuk 4 siklus.
9 CMF Ciklophospamid 100 mg/m2 perhari,oral, hari 1-4
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Fluorourasil 600 mg/m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus.
Atau
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Metotreksat 40 mg/m2, IV, hari 1
Fluorourasil 600 mg/ m2, IV, hari 1 & 8
Siklus diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus
10 Dose-dence AC
-paclitaxel
Doksorubisin 60 mg/m2, IV, bolus, hari 1
Ciklophospamid 600 mg/m2, IV, hari 1
Siklus diulang tiap 14 hari
(harus diberikan faktor penunjang pertumbuhan)
Dilanjutkan dengan :
Paclitaxel 175 mg/ m2, IV, selama 3 jam
Siklus diulang tiap 14 hari untuk 4 siklus
(Harus disertai pemberian faktor penunjang pertumbuhan).











VIII.5 Guideline Fase Metastasis
First line terapi hormonal : Tamoksifen
First line kemoterapi : Doksorubisin






IX. KANKER PAYUDARA PADA PRIA

Kanker payudara pada pria jarang terjadi, yaitu kurang dari 1% dari kasus kanker payudara yang ada. Kanker payudara pada pria sering terjadi pada usia 60-70 tahun. Faktor risiko kanker payudara pada pria antara lain :
• Terpapar radiasi
• Mempunyai keluarga yang mengidap kanker payudara
• Kadar estrogen tinggi
• Klinefter’s syndrome
Gejala yang terjadi antara lain ada gumpalan, perubahan pada putting susu atau kulit payudara, atau putting susu mengeluarkan cairan. Penatalaksanaan kanker payudra pada pria umumnya dengan mastectomy. Penatalaksanaan lainnya meliputi terapi radiasi, kemoterapi dan atau terapi hormon. 80% breast cancer pria mempunyai hormone receptor-positive sehingga banyak yang diterapi hormon. Kanker payudara pria menggunakan khemoterapi sistemik jika mempunyai hormone receptor-negative

Tipe Kanker payudara yang bisa terjadi pada pria :
1. Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)
DCIS terjadi hanya 1 dari 10 kasus kanker payudara pada pria. DCIS, sel kanker ada di ducts breast tetapi tidak menyebar ke dinding ducts breast sehingga tidak masuk ke jaringan lemak payudara. Kanker ini kebanyakan sembuh dengan operasi.
2. Infiltrating (or Invasive) Ductal Carcinoma (IDC)
Kanker payudara tipe ini menyebar melewati dinding duct breast ke jaringan lemak payudara. Kemudian kanker dapat menyebar / bermetastase ke bagian tubuh yang lain. Kanker ini terjadi 80-90% dari kanker payudara pria.
3. Invasive Lobular Carcinoma (Lobular Breast Cancer)
Kanker payudara tipe ini jarang terjadi pada pria, hanya 2% dari kanker payudara. Hal ini dikarenakan pria biasanya tidak mepunyai jaringan lobular.


4. Paget Disease pada Puting Susu
Kanker payudara ini bermula dari breast ducts dan menyebar ke kulit puting susu juga bisa ke aerola. Kulit puting susu tampak keras, bersisik, dan merah, area sekitar putting susu gatal, lembab, terasa terbakar, atau berdarah. Paget disease mungkin disertai ductal carcinoma in situ (DCIS) atau infiltrating ductal carcinoma. Penyakit ini hanya 1% pada kanker payudara wanita dan persentasi lebih banyak pada kanker payudara pria. Jika tumor dapat diambil dan hasil biopsi emnunjukkan DCIS tetapi bukan invasive cancer, maka prognosisnya sangat bagus.




















X. MEKANISME KERJA OBAT DAN EFEK SAMPING OBAT
No Nama Obat Mekanisme Kerja Efek Samping
1 Doksorubisin Menghambat sintesa DNA dan RNA Kardiotoksis, Myelotoksis, rontok rambut, mual dan muntah, amenorroea dan neutropenia selewat
2 Cyclofosfamid Imunosupresif kuat Rontok rambut, radang mukosa kandung kemih
3 Fluourasil Antagonis pirimidin Penekanan sumsum tulang(leucopenia, trobocytopenia)
4 Paclitaxel Menghambat mitosis dan menghalangi apoptosis Myelosupresif, neutropenia, reaksi hipersensitif
5 Metotreksat Imunosupresif kuat Rontok rambut, radang mukosa kandung kemih
6 Tamoksifen Menempati reseptor estrogen Hot flashes, vaginal discharge, mild nausea, thromboembolism,
endometrial cancer
7 Anastrazol Mengurangi kadar estrogen dan menghambat sintesanya dalam sel tumor Hot flashes, arthralgias, myalgias, headaches,
diarrhea, mild nausea

X. INTERAKSI OBAT

No Nama Obat Interaksi
1 Obat kanker - Tamoxifen Meningkatkan resiko trombosis
2 Obat kanker – Kloramfenikol Meningkatkan resiko depresi sumsum tulang
3 Obat kanker-Vaksin Infeksi berbahaya
4 Azatioprin-Alopurinol Meningkatkan Efek Azatioprin
5 Cispatin-Aminoglikosida Merusak pendengaran dan ginjal
6 Siklofosfamid-Alopurinol Meningkatkan efek siklofosfamid
7 Fluorourasil-aminoglikosida Memperlambat absorpsi fluorourasil
8 Merkatopurin-Alopurinol Meningkatkan Merkatopurin
9 Merkatopurin-Disulfiram Merusak hati
10 Methotrexat-Aspirin Meningkatkan Methotrexat


METHOTREXATE
 Aktifitas dari methotrexate dapat meningkat dengan :
• Menghambat eliminasi (sekresi)dari methotrexate contoh obat :seperti non-steroid antiphlogistic agen, salicylates, sulphonamides, probenecid, cephalothin, penicillin, carbenicillin, ticarcillin, para-amminohippuric acid.
• Meningkatkan akumulasi intraselullar dari methotrexate dan methotrexate polyglutamates, contoh obat :vincaalkaloid, epipodophyllotoxines, probenecid.
 Aktivitas dari methotrexate dapat menurun karena :
• Penghambatan uptake intraselullar dari methotrexate, contoh obat: kortikosteroid, L-asparaginas, bleomisin, penicillin
• Meningkatan konsentrasi dihidrofolat reduktase (triamteren) atau meningkatkan konsentrasi purine intraseluller (allopurinol), contoh obat: sediaan vitamin yang mengandung asam folat atau derivatnya (terutama folinic acid).
• Obat dengan aktifitas antagonis asam folat (mis. trimetroprim) dapat meningkatkan toksisitas dari methotrexate.
 Methotrexate dapat memperbaiki aktivitas dari kumarin- seperti antikoagulan oral ( seharusnya memperpanjang protrombine time sehingga mereduksi dekomposisi dari derivat kumarin)
 Methotrexate dapat mengganggu reaksi imunologi dari vaksin da dapat menyebebkan komplikasi. Kombinasi ini dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dengan menekan sistem kekebalan tubuh, dapat terjadi infeksi berbahaya dan mematikan.

LETROZOL
Interaksi obat dengan:
• Simetidin dan warfarin secara klinik tidak bermakna.
Letrozole secara invitro menghambat enzym sitokrom P450-isozymes 2A6 dan 2C19. CYP2A6 tidak berpengaruh dalam metabolisme obat.
• Letrozole tidak menghambat metabolisme diazepam (senyawa CYP2C19) pada konsentrasi 100 kali lebih tinggi dari yang diperoleh pada keadaan tunak.
• Hati-hati pemberian bersama letrozole dengan isoenzyme dan obat yang indeks terapi sempit.











XI. STUDI KASUS
Studi kasus (1)
Seorang wanita usia 40 tahun, 2 tahun yang lalu didiagnosis kanker payudara oleh dokter masih stadium satu dan harus dioperasi. Waktu itu si ibu takut, dan memilih minum obat alternatif sampai sekarang, selama 2 tahun.
Saat itu benjolan masih seukuran telur puyuh. Sekarang benjolan tambah besar menjadi sebesar bola tennis dan ada borok di atas benjolan tersebut dan di ketiak juga terasa ada benjolan. harus bagaimanakah ibu tadi? Apakah ada obat alternatif selain operasi untuk kanker?
Jawab:
Banyak penderita kanker yang berusaha mencari obat alternatif. Dalam pemikiran mereka, obat alternatif untuk kanker adalah obat anti kanker selain operasi, radioterapi dan kemoterapi. Mereka takut untuk menjalani pengobatan yang akan dilakukan yang sudah dianjurkan dokter yang menanganinya karena takut efek samping yang akan terjadi serta biaya yang dianggap mahal serta berbagai alasan lain.
Obat anti kanker yang mereka yakini akan menyembuhkan penyakit kanker yang dideritanya kebanyakan adalah obat-obat yang berasal dari tumbuhan baik yang diproses secara sendiri, maupun yang sudah dijual dalam bentuk jadi berupa kapsul, bubuk ataupun cairan dalam botol. Obat-obat tersebut mereka beli baik dari toko obat /apotik atau dari perorangan atau pesan langsung .
Mereka mengkonsumsi obat-obatan tersebut dan sangat yakin penyakit kankernya akan sembuh antara lain karena adanya masukan dari para kerabat, teman dekat, tetangga atau juga dari berita mulut ke mulut, dari iklan obat tersebut atau dari sumber lainnya. Sementara pengobatan utamanya yang dianjurkan dokter ditinggalkan.
Zaman sekarang adalah era tehnologi dan informasi yang makin maju. Banyak media cetak maupun elektronik, juga akses internet, marketing yang demikian gencar yang semuanya memberikan informasi tentang khasiat suatu obat.
Informasi ini sesungguhnya baik, namun harus dicermati secara mendalam, yang manakah diantaranya yang benar-benar dapat digunakan dan sudah terbukti khasiatnya dalam penyembuhan kanker.
Melalui Uji Klinik
Begitu banyak jenis obat anti kanker, yang masing-masing obat memiliki khasiat untuk mengobati jenis kanker tertentu, bukan untuk semua jenis kanker. Sampai saat inipun pengobatan untuk kanker umumnya adalah terapi kombinasi atau gabungan dari beberapa jenis obat, bukan hanya satu jenis obat saja.
Untuk sampai dapat digunakan sebagai obat antikanker, suatu obat atau kombinasi beberapa obat tentunya melalui tahap penelitian mulai dari ditemukan senyawa baru, penelitian pada hewan, kemudian percobaan klinis pada manusia.
Suatu senyawa yang baru ditemukan pada penelitian di laboratorium, apakah dari bahan alami ataupun sintesis, terlebih dahulu diuji dengan serangkaian uji farmakologik pada uji praklinik pada hewan percobaan. Bila ditemukan suatu aktivitas farmakologik yang mungkin bermanfaat, maka senyawa yang lolos penyaringan ini akan diteliti lebih lanjut.
Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik dan efek toksiknya pada hewan uji coba.
Farmakokinetik antara lain menilai nasib obat dalam tubuh seperti absorbsi (penyerapannya), distribusi, metabolisme (pengolahannya), dan ekskresinya (pengeluarannya dari tubuh); sedangkan farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia organ tubuh serta mekanisme kerjanya.
Walaupun pada tahap ini obat tersebut memberikan data yang berharga, ramalan tepat mengenai efeknya pada manusia belum dapat dibuat karena spesies yang berbeda (hewan berbeda dengan manusia), tentu berbeda pula dalam menerima suatu obat, baik efektifitasnya, toksisitasnya dan lainnya.
Satu-satunya jalan untuk memastikan efek obat pada manusia, baik efek terapi maupun non terapinya, adalah dengan memberikan obat tersebut pada manusia dalam uji klinik.


Empat Tahap Uji Klinik
Pada dasarnya uji klinik bertujuan memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji klinik ini terdiri dari uji fase I sampai IV. Suatu pengobatan yang menggunakan obat baru harus melalui uji klinik sebelum diijinkan pemakaiannya kepada penderita.
Pada uji klinik, suatu obat baru akan dinilai, apakah memang benar-benar bermanfaat, bagaimana cara kerja pengobatan yang baru ini, apakah obat ini memberikan hasil yang lebih baik dari obat standar yang sudah ada dan sudah digunakan dan hasilnya sudah terukur, apa efek sampingnya, apakah efek samping yang terjadi lebih hebat dibanding obat yang sudah ada sebelumnya, apakah keuntungannya lebih tinggi dibanding efek samping yang ditimbulkan, pada penyakit kanker jenis mana obat ini yang paling tepat.
Pada uji klinik fase I, diteliti keamanan obat baru ini. Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia, biasanya dilakukan pada sukarelawan.
Diteliti besarnya dosis tunggal yang dapat diterima artinya yang tidak menimbulkan efek samping serius. Juga diteliti sifat farmakokinetik dan farmakodinamik obat tersebut. Dilakukan oleh orang-orang yang ahli dibidangnya dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap, dengan subjek berkisar 20-50 orang.
Fase II uji klinik, obat dicobakan pada penderita kanker yang kelak akan diobati dengan calon obat ini. Protokol penelitian dibuat oleh tim ahli dibidangnya, dinilai terlebih dahulu oleh panitia kode etik, dan protokol harus diikuti secara ketat, seleksi penderita harus cermat dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif.
Pada fase ini dilihat efek farmakologik, penderita diberikan dosis tertinggi yang tidak menimbulkan efek samping hebat dan dilihat efek obat pada kanker. Efek samping pada penderita juga diteliti. Jumlah subjek pada fase ini antara 100-200 penderita.
Uji klinik fase III, untuk memastikan bahwa suatu obat baru benar-benar berkhasiat dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standart yang sudah ada. Dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak terseleksi ketat sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari-hari di masyarakat. Pada fase ini dibandingkan antara obat yang baru dengan obat standart yang sudah ada, juga dibandingkan obat yang sama tetapi dengan dosis berbeda.
Bila hasil uji klinik fase tiga menunjukkan bahwa obat baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat diijinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderita yang diikutsertakan pada fase ini paling sedikit 500 orang.
Penelitian uji klinik fase IV, merupakan survei epidemiologik menyangkut efek samping maupun efektivitas obat. Merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Dapat juga berupa uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan efek obat terhadap mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan) sehingga datanya menentukan status obat yang bersangkutan dalam pengobatan.
Pada saat ini, waktu yang diperlukan untuk pengembangan suatu obat baru, mulai dari sintesis bahan kimianya sampai dipasarkan, dapat mencapai waktu 10 tahun atau lebih.
Obat anti kanker secara Internasional sudah baku dan sudah diteliti berdasarkan kaidah yang sudah disebutkan diatas. Hasilnya juga selalu dikemukakan pada forum pertemuan ilmiah Internasional, dimuat dalam journal kedokteran dan juga textbook kedokteran. Semua pengobatan tersebut tingkat keberhasilannya juga sudah diteliti dan terus diteliti.
Sebagian besar obat-obatan tersebut adalah dari bahan alami, termasuk tumbuhan. Sebagai contoh obat anti kanker payudara yang harganya cukup mahal dan saat ini khasiatnya cukup baik dan digunakan sebagai obat kemoterapi kanker payudara, ternyata berasal dari daun tumbuhan sejenis cemara yang disebut “yew tree’ yang sudah diteliti, dikembangkan dan diproduksi di Korea Selatan.
Mungkin diantara bahan tumbuhan yang ada di negara kita juga ada yang berkhasiat anti kanker, namun penelitian yang mendalam seperti yang sudah disebutkan di atas, belum sepenuhnya diterapkan. Sehingga untuk para dokter, obat-obat tumbuhan yang ada saat ini belum dapat dinyatakan dan digunakan sebagai obat anti kanker.
Sayangnya masyarakat saat ini banyak yang begitu cepat percaya pada suatu obat jenis dan merk tertentu akan menyembuhkan kanker serta berbagai penyakit lainnya sekaligus seperti darah tinggi, diabetes, rematik dll, karena informasi dari kawan, keluarga, media, marketing. Akibatnya penderita benar-benar hanya diberikan obat tersebut, sedangkan pengobatan utama yang dianjurkan dokter ditinggalkan.
Pada akhirnya kanker tidak sembuh bahkan makin membesar, menjalar dan menyebar ke seluruh tubuh, dimana stadiumnya menjadi bertambah dari stadium satu atau dua menjadi stadium empat. Penderita menjadi lebih menderita, pengobatan menjadi lebih sulit, lebih lama, biaya lebih mahal, dengan hasil pengobatan yang menjadi kurang baik dibandingkan bila pengobatan diberikan pada stadium awal.
Sebenarnya yang disebut obat alternatif untuk kanker adalah operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi hormon, imunoterapi. Sementara yang dimaksud masyarakat awam obat alternatif tumbuhan saat ini sebenarnya adalah sebagai suplemen, kecuali suatu saat nanti bila sudah dilakukan penelitian sesuai kaidah ilmiah yang berlaku dibuktikan ternyata sebagai obat anti kanker.

Studi Kasus 2
Seorang wanita berusia 32 tahun memiliki gejala adanya benjolan berdiameter 2 cm, bersifat elastis dan mudah berpindah-pindah. Letaknya di bagian kiri atas payudara bagian kiri. Jaringan ini dibiopsi, dan kemungkinan besar menunjukkan jenis apa?
Jawab:
Tumor jinak pada payudara yang paling umum adalah fibroadenoma (tumor kelenjar yang berserabut) yang terjadi pada payudara bagian atas sebelah luar pada wanita-wanita berusia 20-35 tahun. Ini berasal dari bagian ujung saluran cairan kelenjar, dan secara histologist menunjukkan suatu campuran antara jaringan berserabut dan saluran cairan dari kelenjar secara kliis. Fibroadenoma ini bersifat elastisdan berpindah-pindah, benjolan-benjolan oval yang biasanya berdiameter 2-4 cm. sejumlah netrofil dapat terlihat ketika terjadi infeksi bakteri akut pada payudara, yang biasanya terlihat setelah masa menyusui.
Ectasia (pelebaran saluran kelenjar) dengan adanya pengentalan secret payudara umumnya terjadi pada wanita-wanita tua. Jika terdapat sejumlah besar sel-sel plasma, maka luka ini disebut dengan mastitis sel plasma. Kerusakan timbunan lemak pada payudara berkaitan dengan luka/cedera, yang ditandai dengan lemka-lemak yang rusak yang dikelilingi oleh makrofag-makrofag bermuatan lipid, serta adanya infiltrasi neutrofil.

Studi Kasus 3
Seorang wanita umur 51 tahun, menderita kanker payudara dan sudah dioperasi di Jakarta 7 tahun yang lalu, sesudahnya diberikan obat hormon tamoksifen selama 5 tahun. Delapan bulan yang lalu, ibu tersebut sulit berjalan karena tulang pinggul kiri terasa sakit. Sang ibu sudah berobat ke salah satu rumah sakit di salah satu kota di Malaysia dan setelah diperiksa dengan CT scan dan lainnya ternyata terjadi pengeroposan tulang pinggul akibat penyebaran kanker payudara, dikatakan harapan sembuhnya kecil dan usia hidupnya tidak lama, yaitu tiga bulan lagi. Sang ibu jadi stress. Apakah ibu tersebut dapat diobati?
Jawab
Pada kasus ini sang ibu sudah menopause dan juga sudah mengkonsumsi tamoksifen 5 tahun. Pada wanita yang sudah menopause estrogen dihasilkan bukan dari indung telur lagi karena indung telur sudah berhenti berproduksi, tetapi dihasilkan dari sumber diluar ovarium, yaitu dari kelenjar adrenal, lemak, kulit, otot, liver, dan kanker payudara itu sendiri melalui suatu proses dengan bantuan enzym aromatase.
Tamoksifen dan obat golongan SERMs lainnya memiliki dua efek yaitu agonis dan antagonis artinya berefek antiestrogen pada sel kanker payudara, tetapi tetap berefek estrogenik pada jaringan lainnya seperti pada rahim, vagina, tulang. Oleh karena itu kemungkinan pengeroposan tulang bukan karena efek samping obat tetapi akibat efek menopause atau penyebaran kanker payudara menuju tulang.
Pengeroposan tulang akibat penyebaran kanker payudara perlu diteliti lebih lanjut kebenarannya. Sang ibu membutuhkan digunakan obat-obatan yang dapat menghambat proses keroposnya tulang dan merangsang pembentukan tulang baru, sehingga dapat menghilangkan rasa sakit dan mencegah terjadinya patah tulang patologis. Apabila, kanker telah menyebar ke tulang diperlukan terapi untuk kanker tulang.











XII. DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2007. Surgery for Breast Cancer. diambil dari http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI_2_4_4X_Surgery_5 ,

Beliefnet. 2006. Surgical Procedures for Breast Cancer. diambil dari http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?.

Bland, Kirby I, et al. 2006. The Breast in Schwartz Manual Surgery, 8th edition. F. Charles Brunicardi (Editor). New York : McGRAW HILL Medical Publishing Division. page 357-363.

Breast Cancer.org. 2008. The Process, What does sentinel node dissection involve? diambil dari http://www.breastcancer.org/treatment/surgery/sentinel_dissection/process.jsp.

Breast Cancer.org. 2008. Image-Radiacal Mastectomy, diambil dari
http://www.breastcancer.org/pictures/treatment/skin_sparing_mastectomy/radical.jsp. Breast Cancer.org. 2008. Image-Simple Mastectomy, diambil dari http://www.breastcancer.org/pictures/treatment/skin_sparing_mastectomy/simple.jsp.

Lindley,Celeste and Laura Boehnke Michau. Breast Cancer in Pharmacotherapy, A Patophysiology Approach, 6th edition. Joseph T. DiPiro (Editor). page 2340-2342.

MedlinePlus. 2006. Medical Encyclopedia, Lumpectomy. diambil dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/17030.htm,

Brody, Theodore M, et al. Human Pharmachology: Mocular To Clinical, 3thedition.

Oncology Program Annual Report. 2004. Breast Cancer. diambil dari http://www.ricehospital.com/cancerrpt_04/breast.htm,

Thackery, Ellen. 2001. The Gale Encyclopedia of Cancer, Volume 1. New York : Gale Group, Thompson Learning. page 145.

KANKER PAYUDARA

17.51 Posted In 0 Comments »
TREATMENT
The treatment of breast cancer is rapidly evolving. Specific information regarding the most promising interventions can be found only in the primary literature.
Treatment can cause substantial toxicity, which differs depending on the individual agent, administration method, and combination regimen. Because a comprehensive review of toxicities is beyond the scope of this chapter, appropriate references should be consulted.
EARLY BREAST CANCER
Local-Regional Therapy
• Surgery alone can cure most patients with in situ cancers and approximately half of those with stage II cancers.
• Breast conservation is appropriate primary therapy for most women with stages I and II disease; it is preferable to modified radical mastectomy because it produces equivalent survival rates with cosmetically superior results. Breast conservation consists of lumpectomy (i.e., excision of the primary tumor and adjacent breast tissue) followed by radiation therapy to prevent local recurrence.
• Primary systemic or neoadjuvant therapy, which is administered before surgery, is gaining favor. Advantages include shrinking the tumor, making inoperable tumors resectable, assessing in vivo response to chemotherapy, and, in patients with complete pathologic response, prolonging disease-free survival.
• Simple or total mastectomy involves removal of the entire breast without dissection of underlying muscle or axillary nodes. This procedure is used for carcinoma in situ where the incidence of axillary node involvement is only 1%, for local recurrence following breast conservation therapy, or to avoid the inconvenience of radiation therapy and preserve the option for future breast reconstruction.
• Axillary lymph nodes should be sampled for staging and prognostic information. Lymphatic mapping with sentinel lymph node biopsy is a new, less invasive alternative to axillary dissection; however, the procedure is controversial because of the lack of long-term data.
Systemic Adjuvant Therapy
• Systemic adjuvant therapy is the administration of systemic therapy following surgery, radiation, or both. There is no evidence of metastatic disease but a high likelihood of recurrence because of undetectable micrometastases. The goal of such therapy is cure.
• The choice between chemotherapy and endocrine therapy, or both, as adjuvant therapy is evolving.
• Essentially all women with stage I and stage II breast cancer derive some benefit from chemotherapy, but the absolute benefit is greater in premenopausal women.
• The National Comprehensive Cancer Network (NCCN) practice guidelines reflect the trend toward the use of chemotherapy in all women regardless of menopausal status, and the addition of endocrine therapy in all women with receptor-positive disease regardless of menopausal status.
Adjuvant Chemotherapy
• Many combination regimens are used in the adjuvant setting (Table 59-1), which are typically derived from those that produce the highest response rate in advanced disease.
• Doxorubicin-containing regimens are popular because they are superior to cyclophosphamide, methotrexate, and fluorouracil (CMF) and require only four cycles.
• Taxanes, docetaxel and paclitaxel, are a newer class with activity against metastatic breast cancer rivaling that of anthracyclines. When used in combination regimens or given sequentially (e.g., doxorubicin and cyclophosphamide followed by paclitaxel [AC รข†’ T]), taxanes increase disease-free survival in women with node-positive breast cancer. Follow-up, however, is insufficient to assess impact on the decisive endpoint, overall survival.
• Clinical trials are being conducted to evaluate newer agents (e.g., trastuzumab).
• Chemotherapy should be initiated within 3 weeks of surgical removal of the primary tumor. The optimal duration of treatment is about 12 to 24 weeks.
• Dose intensity refers to the amount of drug administered per unit of time, which can be increased by increasing dose, decreasing time, or both. Dose density is equivalent to dose intensity except that it is increased only by decreasing time. Dose intensity, but not density, is an important determinant of outcome in adjuvant therapy. Therefore, the dose of standard regimens should not be reduced unless necessitated by severe toxicity.
• The short-term toxicities of chemotherapy are generally well tolerated in the adjuvant setting, especially with the availability of serotonin-antagonist antiemetics and colony-stimulating factors.
Adjuvant Endocrine Therapy
• Tamoxifen is the gold standard for adjuvant endocrine therapy because of extensive trial experience showing decreased recurrence and mortality. Additional benefits include estrogenic effects on lipids and bone density.
• The optimal daily dose of tamoxifen is 20 mg, beginning soon after completing chemotherapy and continuing for five years.
• Tamoxifen is usually well tolerated. Symptoms of estrogen withdrawal (hot flashes and vaginal bleeding) may occur but decrease in frequency and intensity over time. Tamoxifen increases the risks of stroke, pulmonary embolism, deep vein thrombosis, and endometrial cancer, especially in women older than 50 years of age.
• Other endocrine therapies show promise, but trials have insufficient follow-up to assess impact on survival. Such options included toremifene as an alternative to tamoxifen; the luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH), goserelin, for premenopausal women; and aromatase inhibitors, either in place of or after tamoxifen, for postmenopausal women.
LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER (STAGE III)
• Local-regional therapy with surgery, radiation, or both does not cure locally advanced breast cancer.
• Primary or neoadjuvant or chemotherapy is the initial treatment of choice. Benefits include rendering inoperable tumors resectable and increasing the rate of breast-conserving surgery.
• Combination regimens used as primary chemotherapy are similar to those used as adjuvant therapy and generally include an anthracycline and taxane.
METASTATIC BREAST CANCER (STAGE IV)
The choice of therapy for metastatic disease is based on the site of disease involve- ment and presence or absence of certain characteristics, as described below.
Endocrine Therapy
• Endocrine therapy is the treatment of choice for patients who have hormone receptor-positive metastases in soft tissue; bone; pleura; or, if asymptomatic, viscera. Compared with chemotherapy, endocrine therapy has an equal probability of response and a better safety profile.
• Patients are sequentially treated with endocrine therapy until they have rapidly growing metastatic disease, at which time chemotherapy can be given.
• Because most endocrine therapies are equally effective, the choice is based primarily on toxicity (Table 59-2).
• Tamoxifen is usually the agent of choice in both premenopausal and postmenopausal women whose tumors are hormone-receptor positive, unless metastases occur within a year of adjuvant tamoxifen. Maximal beneficial effects do not occur for 2 months or more. In addition to the side effects described for adjuvant therapy, tumor flare or hypercalcemia occurs in approximately 5% of patients with metastatic breast cancer. This may be a positive indication that the patient will have a response to endocrine therapy.
• New antiestrogens are being developed to maintain tamoxifen's beneficial effects on breast cells, bone, and lipids and avoid its effects on the endometrium. The new antiestrogen, toremifene, appears to have efficacy and safety similar to that of tamoxifen, but it is not suitable for tamoxifen-refractory disease because of cross-resistance.
• Ovarian ablation (oophorectomy) is considered by some to be the endocrine therapy of choice in premenopausal women and produces similar overall response rates as tamoxifen. Medical castration with an LHRH analogue, goserelin, leuprolide, or triptorelin, is a reversible alternative to ovarian ablation.
• Aromatase inhibitors reduce circulating estrogens by blocking peripheral conversion from an androgenic precursor, the primary source of estrogens in postmenopausal women. Newer agents are more selective and better tolerated than the prototype, aminoglutethimide. As second-line therapy, anastrozole and exemestane improve overall survival and tolerability compared with progestins. As first-line therapy, anastrozole and letrozole improve time to progression and tolerability compared with tamoxifen.
• Progestins are generally reserved for third-line therapy. They cause weight gain, fluid retention, and thromboembolic events.
Chemotherapy
• Chemotherapy is preferred to endocrine therapy for women with hormone receptor-negative tumors; rapidly progressive lung, liver, or bone marrow involvement; or failure of endocrine therapy.
• The choice of treatment depends on the individual. Agents used as adjuvant therapy can be repeated unless the cancer recurred within a year. Sequential single-agent regimens are less toxic than combination regimens, but the latter are used to induce rapid response for symptomatic bulky metastases.
• Combinations produce objective responses in approximately 40% of patients previously unexposed to chemotherapy, but complete responses occur in less than 10% of patients. The median duration of response is 5 to 12 months; the median survival is 14 to 33 months.
• Single agents are associated with lower response rates, but time to progression and overall survival are similar. Single agents are better tolerated, an important consideration in the metastatic setting.
• Anthracyclines produce response rates of 50% to 60% when used as first-line therapy for metastatic breast cancer.
• Newer single agents, such as paclitaxel (50% to 60%), docetaxel (54% to 68%), capecitabine (25%), vinorelbine (30% to 50%), and gemcitabine (13% to 42%), produce impressive response rates in previously untreated patients. Although response rates are lower in previously treated patients, these agents are useful alternatives for anthracycline-refractory breast cancer. Furthermore, some of these agents are moving to first-line regimens, often in combination with anthracyclines.
• Different doses are available for single-agent therapy of metastatic breast cancer (Table 59-3). Weekly paclitaxel administration causes less myelosuppression and delayed onset of peripheral neuropathy compared with paclitaxel given every 21 days. The 100-mg/m2 dose of docetaxel is indicated for symptomatic patients requiring rapid onset of activity, whereas 60 or 75 mg/m2 is equally effective and appropriate for asymptomatic patients. Capecitabine is usually initiated at 2,000 mg/m2 daily because the 2,500-mg/m2 dose is poorly tolerated and does not improve efficacy.
• Trastuzumab, a monoclonal antibody that binds to HER-2/neu protein, produces responses rates of 15% to 20% when used as a single agent and prolongs survival when combined with chemotherapy. Trastuzumab is well tolerated, but it may increase the risk of doxorubicin-related cardiotoxicity. Non-anthracycline-containing combinations are being evaluated.
PREVENTION OF BREAST CANCER
• Tamoxifen, 20 mg daily, reduced the incidence of estrogen-receptor-positive breast cancer by 48% in a meta-analysis of women at risk for developing breast cancer. Because adverse effects may be unacceptable when tamoxifen is used as preventive therapy, candidates should be informed of potential benefits and risks.

EVALUATION OF THERAPEUTIC OUTCOMES
EARLY BREAST CANCER
• The goal of adjuvant therapy in early-stage disease is cure. Because there is no clinical evidence of disease when adjuvant therapy is administered, assessment of this goal cannot be fully evaluated for years after initial diagnosis and treatment.
• Adjuvant chemotherapy can cause substantial toxicity. Because maintaining dose intensity is important in cure of disease, supportive care should be optimized with measures such as antiemetics and growth factors.


LOCALLY ADVANCED BREAST CANCER
• The goal of primary systemic therapy in locally advanced breast cancer is cure. Complete pathologic response, determined at the time of surgery, is the desired end point.
METASTATIC BREAST CANCER
• Optimizing quality of life is the therapeutic end point in the treatment of patients with metastatic breast cancer. Many valid and reliable tools are available for objective assessment of quality of life.
• The least toxic therapies are used initially, with increasingly aggressive therapies applied in a sequential manner that does not significantly compromise quality of life.
• Tumor response is measured by clinical chemistry (e.g., liver enzyme elevation in patients with hepatic metastases) or imaging techniques (e.g., bone scans or chest x-rays).
• Assessment of the clinical status and symptom control of the patient is often adequate to evaluate response to therapy